undefined
undefined
undefined
Pengertian Evaluasi
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan evaluasi?Banyak literatur yang
memberikan pengertian tentang evaluasi ini. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, evaluasi berarti penilaian (KBBI, 1996:272). Nurgiyantoro (1988:5)
menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar pencapaian
tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang bersinonim dengan penilaian
tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun
ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan
dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek
kuantitatif dan kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif,
sedangkan tes hanya merupakan salah satu instrumen penilaian.Meskipun berbeda,
ketiga konsep ini merupakan satu kesatuan dan saling memerlukan.Hal senada juga
disampaikan oleh Nurgiyantoro (1988) dan Sudijono (2006).
Selain istilah evaluasi, terdapat juga istilah penilaian, pengukuran, dan
tes. Sebenarnya, apakah ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama?
Jawabannya tentu saja tidak.Pengukuran
adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, misalnya suhu
badan dengan ukuran berupa termometer hasilnya 360 celcius, 380
celcius, 390 dst. Dari contoh tersebut dapat dipahami bahwa
pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian
berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai adalah mengambil keputusan
terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau
buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh.Jadi penilaian sifatnya kualitatif.
Dalam contoh di atas, seseorang yang suhu badannya adalah 360
celcius termasuk orang yang normal kesehatannya. Contoh lain yang dapat
dosbeutkan di sini adalah ketika dikatakan bahwa berat seseorang adalah 140 kg,
140 kg adalah hasil pengukuran. Akan tetapi, ketika hasil 140 kg sangat berat,
kata sangat berat adalah penilaian.Apa yang mmbedakan dengan evaluasi.
Yang membedakannya adalah bahwa evaluasi mencakup aspek kualitatif adan aspek
kuanitatif. Dengan demikian, berdasarkan pengertian yang telah dikemukan di
atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum adalah suatu proses untuk
mendiagnosis kegiatan belajar dan pembelajaran.
Macam-Macam Evaluasi
Pada prinsipnya, evaluasi hasil
belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu,
macam-macamnya pun banyak mulai yang sederhana sampai yang paling kompleks.
Diantara macam-macam evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:
A. Pre-test dan Post-test
Kegitan pretest dilakukan guru
secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai materi yang akan
disajikan. Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan tidak memerlukan
instrumen tertulis.
Post test adalah kebalikan dari pre
test, yakni kegiatan evaluasi yang dilaksanakan guru pada setiap akhir
penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas
materi yang telah diajarkan.
B. Evaluasi Prasyarat
Evaluasi
jenis ini sangat mirip dengan pretest. Tujuannya adalah untuk mengetahui
penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan
diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai
pelajaran perkalian bilangan.
Evaluasi
jenis ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan
tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa.
Evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah
membuat siswa mendapat kesulitan.
Evaluasi
jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir
penyajian suatu pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan
balik yamg mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis
kesulitan-kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis tersebut digunakan sebagai
bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
Ragam
penilaian sumatif dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk
mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode
pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir
semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi
mengenai kinerja akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke
kelas yang lebih tinggi.
Ujian
Akhir Nasional ( UAN ) yang dulu disebut EBTANAS ( Evaluasi Belajar tahap akhir
Nasional ) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat
penentu kanaikan status siswa. Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah
menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan
seterusnya.
Evaluasi
jenis ini digunakan untuk mengetahui kemampuan setiap siswa, sehingga guru
dapat menempatkan siswa dalam situasi yang tepat baginya. Penempatan yang
dimaksud dapat berupa sebagai berikut:
1. Penempatan siswa dalam kelompok kerja
2. Penempatan siswa dalam kelas, siswa yang memerlukan
perhatian lebih besar dalam belajar ditempatkan di depan, misalnya siswa
yang kurang baik pendengarannya. Atau siswa yang rabun dekat maka
ditempatkan di belakang.
3. Penempatan siswa dalam kepanitiaan di sekolah
4. Menempatkan siswa dalam program pengajaran tertentu,
misalnya memilih program pengajaran atau keterampilan yang sesuai dengan
kemampuan dan minatnya.
Prinsip-prinsip Dasar Evaluasi Hasil
Belajar
Evaluasi hasil
belajar dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya
senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini.
1. Prinsip
Keseluruhan
a. Yang
dimaksud dengan evaluasi yang berprinsip keseluruhan atau menyeluruh atau
komprehensif adalah evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh,
menyeluruh.Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa dalam pelaksanaannya
evaluasi tidak dapat dilaksanakan secara terpisah, tetapi mencakup berbagai
aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang
terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati.
b. Dalam
hubungan ini, evaluasi diharapkan tidak hanya menggambarkan aspek kognitif,
tetapi juga aspek psikomotor dan afektif pun diharapkan terangkum dalam
evaluasi.Jika dikaitkan dengan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,
penilaian bukan hanya menggambarkan pemahaman siswa terhadap materi ini,
melainkan juga harus dapat mengungkapkan sudah sejauh mana peserta didik dapat
menghayati dan mengimplementasikan materi tersebut dalam kehidupannya.
c. Jika
prinsip evaluasi yang pertama ini dilaksanakan, akan diperoleh bahan-bahan
keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subjek
subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.
2. Prinsip
Kesinambungan
Istilah
lain dari prinsip ini adalah kontinuitas. Penilaian yang berkesinambungan ini
artinya adalah penilaian yang dilakukan secara terus menerus,
sambung-menyambung dari waktu ke waktu. Penilaian secara berkesinambungan ini
akan memungkinkan si penilai memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran
mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik sejak awal mengikuti program
pendidikan sampai dengan saat-saat mereka mengakhiri program-program pendidikan
yang mereka tempuh.
3. Prinsip
Objektivitas
a. Prinsip
objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar terlepas dari
faktor-faktor yang sifatnya subjektif.Orang juga sering menyebut prinsip
objektif ini dengan sebutan “apa adanya”. Istilah apa adanya ini mengandung
pengertian bahwa materi evaluasi tersebut bersumber dari materi atau bahan ajar
yang akan diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan instruksional khusus
pembelajaran. Ditilik dari pemberian skor dalam evaluasi, istilah apa adanya
itu mengandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor, dan
penentuan nilai terhindar dari unsur-unsur subjektivitas yang melekat pada diri
tester. Di sini tester harus dapat mengeliminasi sejauh
mungkin kemungkinan-kemungkinan “hallo effect” yaitu jawaban soal
dengan tulisan yang baik mendapat skor lebih tinggi daripada jawaban soal yang
tulisannya lebih jelek padahal jawaban tersebut sama. Demikian pula “kesan masa
lalu” dan lain-lain harus disingkirkan jauh-jauh sehingga evaluasi nantinya
menghasilkan nilai-nilai yang objektif.
b. Dengan
kata lain, tester harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar
menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan
yang sifatnya subjektif. Prinsip ini sangat penting sebab apabila dalam
melakukan evaluasi, subjektivitas menyelinap masuk dalam suatu evaluasi,
kemurnian pekerjaan evaluasi itu sendiri akan ternoda.
c. Sebenarnya
bukan hanya tiga prinsip di atas yang menjadi ukuran dalam untuk melakukan
evaluasi. Dimyati dan Mujiono (2006:194-199) menyebutkan bahwa evaluasi yang
akan dilakukan juga harus mengikuti prinsip kesahihan (valid), keterandalan
(reliabilitas), dan praktis.
4. Kesahihan
a. Sebuah
evaluasi dikatakan valid jika evaluasi tersebut secara tepat, benar, dan sahih
telah mengungkapkan atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Agar diperoleh
hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan instrumen yang memiliki/memenuhi syarat
kesahihan suatu instrumen evaluasi.
b. Contoh
berikut dapat dijadikan sarana untuk memahami pengertian valid. Contoh yang
dimaksud adalah berupa barometer dan termometer. Barometer adalah alat
ukur yang dipandang tepat untuk mengukur tekanan udara.Jadi, kita dapat
mengatakan bahwa barometer tanpa diragukan lagi adalah alat pengukur yang valid
untuk mengukur tekanan udara. Dengan kata lain, apa seseorang melakukan
pengukuran terhadap tekanan udara dengan menggunakan alat pengukur berupa
barometer hasil pengukuran yang diperoleh itu dipandang tepat dan dapat
dipercaya. Demikian pula halnya denga termometer. Termometer adalah alat
pengukur yang dipandang tepat, benar, sahih, dan abash untuk mengukur tinggi
rendahnya suhu udara. Jadi dapat dikatakan bahwa termometer adalah adalah alat
pengukur yang valid untuk mengukur suhu udara (Sudijono, 2006:96).
c. Sahih
atau tidaknya evaluasi tersebut ditentukan oleh faktor-faktor instrumen evaluasi
itu sendiri, administrasi evaluasi dan penskoran, respon-respon siswa
(Gronlund, dalam Dimyati dan Mujiono (2006:195).Kesahihan instrumen evaluasi
diperoleh melalui hasil pemikiran dan pengalaman. Dari dua cara tersebut,
diperoleh empat macam kesahihan yanga terdiri atas kesahihan isi (content
validation), kesahihan konstruksi (contruction validity),
kesahihan ada sekarang (concurrent validity), dan kesahihan prediksi (prediction
validity) (Arikunto, 1990:64).
5. Keterandalan
Keterandalan
evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan yaitu tingkat kepercayaan bahwa
suatu evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat. Maksud dari pernyataan ini
adalah jika suatu eveluasi dilakukan pada subjek yang sama evaluasi senantiasa
menunjukkan hasil evaluasi yang sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan
demikian suatu ujian, misalnya, dikatakan telah memiliki reliabilitas apabila
skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan
ujiannya adalah stabil, kapan saja, dimana saja ujian itu dilaksanakan, dan
oleh siapa saja pelaksananya.
Keterandalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Panjang
tes (length of tes).Panjang tes berhubungan dengan banyaknya butir
tes.Pada umumnya lebih banyak butir tes, lebih tinggi keterandalan evaluasi.Hal
ini terjadi karena makin banyak soal tes, makin banyak sampel yang diukur.
b) Sebaran
skor (spread of scores). Besarnya sebaran skor akan membuat
kemungkinan perkiraan keterandalan lebih tinggi menjadi kenyataan.
c) Tingkat
kesulitan tes (difficulty of tes).Tes yang paling mudah atau paling
sukar untuk anggota-anggota kelompok yang mengerjakan cenderung menghasilkan
skor tes keterandalan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan antara hasil tes
yang mudah dan sulit keduanya salam suatu sebaran skor yang terbatas.
d) Objektivitas
(objektivity). Objektivitas suatu tes menunjuk kepada tingkat skor
kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh para siswa) dan memperoleh hasil yang
sama dalam mengerjakan tes.
6. Kepraktisan
Kepraktisan suatu evaluasi bermakna bahwa kemudahan-kemudahan yang ada
pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
menginterpretasi, memperoleh hasil maupun kemudahan dalam menyimpan.