undefined
undefined
undefined
A.
PENGERTIAN DAN TEORI INFLASI
Banyak
pengertian inflasi yang disampaikan para ahli. Inflasi menurut A.P. Lehnerinflasi adalah keadaan
dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess
Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan.
Ahli yang lain yaitu Ackley
memberi pengertian inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari
barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat).
Sedangkan
menurut Boediono, inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau
mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain.
Inflasi
dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa,
bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap
tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses
kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-mempengaruhi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk
mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Walaupun analisis ekonomi dan kebijakan ekonomi
terhadap inflasi sejak tahun 1970-an dapat dibedakan menjadi dua kelompok
aliran, yakni Keynesian dan Monetaris namun dalam beberapa
literatur disebutkan versi yang berbeda, dimana aliran inflasi dibagi
menjadi, Klasik, Keynesian, Moneterisme, dan Ekspektasi.
1. Teori Inflasi Klasik
1. Teori Inflasi Klasik
Teori ini
berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang beredar,
yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang dengan jumlah uang,
serta nilai uang dan harga. Bila jumlah uang bertambah lebih cepat dari
pertambahan barang maka nilai uang akan merosot dan ini sama dengan kenaikan
harga. Jadi menurut Klasik, inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau
terlalu banyak kredit dibandingkan dengan volume transaksi maka obatnya adalah
membatasi jumlah uang beredar dan kredit. Pendapat Klasik tersebut lebih jauh
dapat dirumuskan sebagai berikut : Inflasi
= f(jumlah uang beredar, kredit)
2.
Teori Inflasi Keynes
Teori ini
mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employment. Menurut Keynes
kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena
suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang
tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik. Kenaikan
harga ini akan menyebabkan bertambahnya permintaan uang untuk transaksi, dengan
demikian akan menaikkan suku bunga. Hal ini akan mencegah pertambahan
permintaan untuk investasi dan akan melunakkan tekanan inflasi.
Analisa
Keynes mengenai inflasi permintaan dirumuskan berdasarkan konsep inflationary gap. Menurut Keynes,
inflasi permintaan yang benar-benar penting adalah yang ditimbulkan oleh
pengeluran pemerintah, terutama yang berkaitan dengan peperangan, program
investasi yang besar-besaran dalam kapital sosial. Dengan demikian pemikiran
Keynes tentang inflasi dapat dirumuskan menjadi :
Inflasi = f(jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, suku bunga,
investasi)
3.
Teori Inflasi Moneterisme
Teori ini
berpendapat bahwa, inflasi disebabkan oleh kebijaksanaan moneter dan
fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat sangat
berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan terjadinya
kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut golongan
moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan cara menahan dan menghilangkan
kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat
kontraktif, atau melalui kontrol terhadap peningkatan upah serta penghapusan
terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing. Sehingga teori inflasi menurut
Moneterisme dapat dinotasikan sebagai berikut :
Inflasi = f(kebijakan moneter ekspansif, kebijakan fiskal ekspansif)
4.
Teori Ekspektasi
Menurut
Dornbusch, bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan
ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan
optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada.
Pengertian rasional adalah suatu tindakan yang logik untuk mencapai tujuan
berdasarkan informasi yang ada. Artinya secara sederhana teori ekspektasi dapat
dinotasikan menjadi :
Inflasi = f(ekspektasi adaftif,ekspektasi rasional)
1.
Menurut Penyebab Awal Inflasi
a. Demand-Pull Inflation
Yaitu
Inflasi yang disebabkan karena permintaan masyarakat akan berbagai barang
terlalu kuat (sering disebut dengan inflasi murni).
b. Cost-Push Inflation
Cost push
inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi inflasi
yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya
penurunan dalam penawaran total (agregate
supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan
menaikkan harga dan turunnya produksi.
c. Inflasi Permintaan dan Penawaran
Inflasi
ini disebabkan kenaikan permintaan di satu sisi dan penawaran di sisi lain.
Timbulnya inflasi karena antara pelaku permintaan dan penawaran yang tidak
seimbang artinya jika permintaan barang bertambah sementara penyediaan barang
mengalami kekurangan.
2.
Berdasarkan Asal Inflasi
a. Domestik Inflation atau inflasi yang berasal
dari dalam negeri.
Inflasi
ini terjadi karena pengaruh kejadian ekonomi yang terjadi di dalam negeri,
misalnya terjadinya defisit anggaran belanja negara yang secara terus menerus
di atas dengan mencetak uang. Hal ini menyebabkan jumlah uang yang dibutuhkan
di masyarakat melebihi transaksinya dan ini menyebabkan nilai uang menjadi
rendah dan harga barang meningkat.
b. Imported Inflation atau inflasi yang tertular
dari luar negeri.
Inflasi
ini disebabkan oleh kenaikan harga barang ekspor seperti teh dan kopi di luar
negeri (negara tujuan ekspor), harganya mengalami kenaikan dan ini membawa
pengaruh terhadap harga di dalam negeri.
3.
Menurut Tingkat Keparahan Atau Laju Inflasi, Meliputi:
- Inflasi ringan ( <10%)
- Sedang ( 10% – 30% )
- Berat ( 30% – 100%)
- Hiperinflasi ( >100%)
C.
PENGUKURAN INFLASI
Inflasi
diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks
harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
1. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
2. Indeks Biaya Hidup atau Cost-Of-Living Index (COLI).
3. Indeks Harga Produsen adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses
produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan
karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian
akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
4. Indeks Harga Komoditas adalah indeks yang mengukur harga
dari komoditas-komoditas tertentu.
5. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru,
barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dari
indeks tersebut di atas yang sering dipakai untuk menghitung tingkat inflasi
adalah Indeks Harga Konsumen. Rumus untuk menentukan indek harga konsumen.
Dari
indeks tersebut di atas yang sering dipakai untuk menghitung tingkat inflasi
adalah Indeks Harga Konsumen. Rumus untuk menentukan indek harga konsumen.
h = Harga
sekarang
ht-1
= harga pada tahun dasar
Contoh:
Harga suatu jenis barang pada tahun 2002 sebesar Rp. 6.000,- dan pada tahun dasar harga barang tersebut Rp. 4.000,-, maka Indek harga pada tahun 2002 adalah sebagai berikut:
Harga suatu jenis barang pada tahun 2002 sebesar Rp. 6.000,- dan pada tahun dasar harga barang tersebut Rp. 4.000,-, maka Indek harga pada tahun 2002 adalah sebagai berikut:
Artinya
pada tahun 2002 telah terjadi kenaikan harga sebesar 50%
Setelah
menghitung indek harga konsumen dari periode ke periode lainnya maka kita akan
membandingkan indek harga konsumen tersebut yang hasilnya disebut dengan Laju
Inflasi. Laju inflasi dapat dicari dengan rumus :
LI
= Laju Inflasi
IH
= Indeks harga periode ini
IH t-1
= Indeks harga Periode lalu
Contoh:
Daftar harga beras dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2001
Daftar harga beras dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2001
Tahun
|
Harga (Rp)
|
1999
2000 2001 |
2500
2800 3100 |
IHK tahun
1999
IHK tahun
2000
IHK tahun
2001
D.
KEBIJAKAN YANG DAPAT DI AMBIL UNTUK MENGHADAPI INFLASI
Inflasi
tentunya harus diatasi dan untuk mengatasinya dapat dilakukan pemerintah dan
otoritas monoter dengan cara melakukan beberapa kebijakan yang menyangkut
bidang moneter, fiskal dan non moneter. Adapun penjelasan kebijakan tersebut akan
diuraikan di bawah ini.
1.
Kebijakan Moneter
adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan
cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang
yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah
uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal. Untuk menjalankan
kebijakan ini Bank Indonesia menjalankan beberapa politik/kebijakan yaitu
politik diskonto, politik pasar terbuka dan menaikan cash ratio.
a. Politik
Diskonto ditujukan untuk menaikkan tingkat bunga karena dengan bunga kredit
tinggi maka aktivitas ekonomi yang menggunakan dana pinjaman akan tertahan
karena modal pinjaman menjadi mahal.
b. Politik
Pasar Terbuka dilakukan dengan cara menawarkan surat berharga ke pasar modal.
Dengan cara ini diharapkan masyarakat membeli surat berharga tersebut seperti
SBI yang memiliki tingkat bunga tinggi, dan ini merupakan upaya agar uang yang
beredar di masyarakat mengalami penurunan jumlahnya.
c. Cash Ratio artinya cadangan yang
diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung
kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikkan
perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas
mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah
uang yang beredar akan berkurang
2.
Kebijakan Fiskal adalah
kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Bentuk kebijakan ini
antara lain:
a.
Pengurangan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam
perekonomian bisa dikendalikan
b.
Menaikkan pajak, akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan
ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan
akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
3.
Kebijakan Non-Moneter dapat
dilakukan dengan cara menaikan hasil produksi, kebijakan upah dan pengawasan
harga dan distribusi barang.
a.
Menaikan hasil produksi, cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan
oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang
beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi
bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
b.
Kebijakan upah, tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam
pengertian bahwa upah tidak sering dinaikkan karena kenaikan yang relatif
sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya
akan menimbulkan inflasi.
c.
Pengawasan harga dan distribusi barang dimaksudkan agar harga tidak terjadi
kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga
tertinggi (harga eceran tertinggi/HET).