undefined
undefined
undefined
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara
pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat
tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar angkutan. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak
dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari
perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing
pihak mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut
berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu
tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman
berkewajiban untuk membayar uang angkutan.
Fungsi Pengangkutan
Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau
orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna
dan nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan
barang-barang dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat
dimana barang –barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat.
Perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ketempat
yang lain yang diselenggarakan dengan pengangkutan tersebut harus dilakukan
dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan, yaitu harus
diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada perubahan bentuk tempat
dan waktunya.
Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada dasarnya
pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :
a) Kegunaan Tempat ( Place Utility )
Dengan adanya
pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan
kurang bermanfaat, ketempat lain yang menyebabkan barang tadi menjadi lebih
bermanfaat.
b) Kegunaan Waktu ( Time Utility )
Dengan adanya
pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat ketempat
lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya.
Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya
Dalam dunia perdagangan ada tiga jenis pengangkutan antara lain :
a) Pengangkutan melalui darat yang diatur dalam :
1. KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai pasal 90-98.
2. Peraturan khusus lainnya, misalnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian. Dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi.
b) Pengangkutan melalui laut
Jenis pengangkutan ini diatur dalam :
1. KUHD, Buku II, Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal.
2. KUHD, Buku II, Bab V A tentang pengangkutan barang-barang.
3. KUHD, Buku II, Bab VB tentang pengangkutan orang.
4. Peraturan-peraturan khusus lainnya.
c) Pengangkutan udara
Jenis pengangkutan udara diatur dalam :
1. S. 1939 Nomor 100 ( Luchtvervoerordonnatie ).
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan.
3. Peraturan-peraturan khusus lainnya.
Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan
Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan
pengirim sama tinggi atau koordinasi ( geeoordineerd ), tidak seperti
dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau
kedudukan subordinasi gesubordineerd ). Mengenai sifat hukum perjanjian
pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :
a) Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan ( tidak terus menerus ), berdasarkan atas ketentuan pasal 1601 KUH
Perdata.
b) Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud pasal 1601 b KUH Perdata. Pendapat ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata ( Pasal
penutup dari bab VII A tentang pekerjaan pemborongan).
c) Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni perjanjian melakukan pekerjaan ( pelayanan berkala ) dan perjanjian
penyimpanan ( bewaargeving ). Unsur pelayanan berkala ( Pasal 1601 b KUH Perdata ) dan unsur
penyimpanan ( Pasal 468 ( 1 ) KUHD ).
Terjadinya Perjanjian Pengangkutan
Menurut sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutan tidak
disyratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak (konsensus).
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya
suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan ( konsensus
) diantara para pihak. Dengan kata lain perjanjian pengangkutan bersifat
konsensuil. Dalam praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat terdapat
dokumen yang disebut denga surat muatan ( vracht brief ) seperti
dimaksud dalam pasal 90 KUHD. Demikian juga halnya dalam pengangkutan
pengangkutan melalui laut terdapat dokumen konosemen yakni tanda penerimaan
barang yang harus diberikan pengangkut kepada pengirim barang.
Dokumen-dokumen tersebut bukan merupakan syarat mutlak tentang adanya
perjanjian pengangkutan. Tidak adanya dokumen tersebut tidak membatalkan perjanjian
pengangkutan yang telah ada ( Pasal 454, 504 dan 90 KUHD ). Jadi
dokumen-dokumen tersebut tidak merupakan unsur dari perjanjian pengangkutan.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengangkutan
bersifat konsensuil.
Kedudukan Penerima
Dalam perjanjian pengangkutan, termasuk kewajiban pengangkut adalah menyerahkan
barang angkutan kepada penerima. Disini penerima bukan merupakan pihak yang ada
dalam perjanjian pengangkutan tetapi pada dasarnya dia adalah pihak ketiga yang
berkepentingan dalam pengangkutan ( Pasal 1317 KUH Perdata ).
Penerima bisa terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi
mungkin juga orang lain. Penerima akan berurusan dengan pengangkut apabila ia
telah menerima barang-barang angkutan. Pihak penerima harus membayar ongkos
angkutannya, kecuali ditentukan lain.
Apabila penerima tidak mau membayar ongkos atau uang
angkutnya maka pihak pengangkut mempunyai hak retensi terhadap barang-barang
yang diangkutnya