undefined
undefined
undefined
Sejarah
Asal Nama : Garuda Indonesia
Nama
“Garuda” diberikan oleh Presiden Soekarno di mana nama tersebut diambil dari
sajak Belanda yang ditulis oleh penyair terkenal pada masa itu, Noto Soeroto;
“Ik ben Garuda, Vishnoe’s vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog bovine uw
einladen”, yang artinya, “Saya Garuda, burung Vishnu yang melebarkan sayapnya tinggi
di atas kepulauan Anda”.
Pada
tanggal 25 Desember 1949, wakil dari KLM yang juga teman Presiden Soekarno, Dr. Konijnenburg,
menghadap dan melapor kepada Presiden di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan
hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meminta kepada beliau memberi nama bagi
perusahaan tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari Yogyakarta ke
Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu.
Menanggapi
hal tersebut, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah
sajak bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto di zaman kolonial, Ik ben Garuda, Vishnoe’s
vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden (“Aku adalah
Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas
kepulauanmu”)
Maka
pada tanggal 28
Desember 1949,
terjadi penerbangan yang bersejarah yaitu pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD
milik KLM Interinsulair terbang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke
Kemayoran – Jakarta untuk pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dengan logo baru, Garuda Indonesian Airways, nama yang diberikan
Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan pertama ini.
Pesawat
Tahun 1940an-1950an : Masa awal
Garuda
Indonesia berawal dari tahun 1940-an, di mana Indonesia masih berperang
melawan Belanda. Pada saat itu, Garuda terbang
jalur spesial dengan pesawat DC-3.
Pada
tanggal 26
Januari 1949 dianggap sebagai hari jadi Garuda Indonesia. Pada saat
itu nama maskapai adalah Indonesian Airways.
Pesawat
pertama mereka bernama Seulawah atau Gunung Emas,
yang diambil dari nama gunung terkenal di Aceh. Dana untuk membeli pesawat ini
didapatkan dari sumbangan rakyat Aceh, pesawat tersebut dibeli seharga 120,000 Dollar Malaya yang
sama dengan 20 kg emas. Maskapai ini tetap mendukung Indonesia sampai revolusi
terhadap Belanda berakhir. Garuda Indonesia
mendapatkan konsesi monopoli penerbangan dari Pemerintah Republik Indonesia
pada tahun 1950 dari Koninklijke
Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij, perusahaan penerbangan nasional Hindia Belanda. Garuda
pada awalnya adalah hasil joint venture antara Pemerintah Indonesia dengan
maskapai Belanda, Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM). Pada awalnya, Pemerintah
Indonesia memiliki 51% saham dan selama 10 tahun pertama, perusahaan ini
dikelola oleh KLM. Karena paksaan nasionalis, KLM menjual sebagian dari
sahamnya pada tahun 1953 ke pemerintah Indonesia.
Pemerintah Burma banyak menolong maskapai ini pada masa awal maskapai
ini. Oleh karena itu, pada saat maskapai ini diresmikan sebagai perusahaan
pada 31
Maret 1950, Garuda menyumbangkan sebuah pesawat DC-3 kepada Pemerintah
Burma. Pada mulanya, Garuda memiliki 27 pesawat terbang, staf terdidik, bandara
dan jadwal penerbangan, sebagai kelanjutan dari KNILM. Ini sangat berbeda
dengan perusahaan-perusahaan pionir lainnya di Asia.
Pada
tahun 1953, maskapai ini memiliki 46 pesawat.
Tahun 1956 mereka mengangkut jamaah haji
dan membuat jalur penerbangan pertama ke Mekkah.
Tahun 1960an : Tumbuh dan Berkembang
Tahun
1960-an adalah era kemajuan pesat Garuda. Pada tahun 1960, Garuda mendatangkan
tiga pesawat turboprop Lockheed L-188C Electra. Ketiga pesawat baru itu masuk dinas aktif pada bulan
Januari 1961 serta diberi nama “Pulau Bali“, “Candi Borobudur” dan “Danau Toba“, tiga tujuan wisata Indonesia yang
paling dikenal dunia luar. Di tahun yang sama, Garuda membuka rute penerbangan
menuju Hong
Kong. Garuda memasuki era jet di
tahun 1964 dengan datangnya tiga pesawat
baru Convair
990Ayang diberi nama “Majapahit“, “Pajajaran” dan “Sriwijaya“, nama-nama kerajaan kuno di
Indonesia, dan menjadi maskapai pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan
pesawat jet subsonik. Saat itu, jet bermesin empat Convair 990 merupakan
pesawat berteknologi canggih dan memiliki kecepatan tertinggi dibandingkan
pesawat-pesawat lain yang sejenis, seperti Boeing 707 dan Douglas DC-8.
Dengan
pesawat ini pula Garuda kemudian membuka penerbangan antarbenua dari Jakarta
ke Amsterdam melewati Kolombo, Bombay,
Roma, dan Praha. Di tahun 1966, Garuda kembali memperkuat armada jetnya dengan
mendatangkan sebuah pesawat jet baru, yaitu Douglas DC-8. Sementara, pada akhir
tahun 1960-an, Garuda membeli sejumlah pesawat turboprop baru, Fokker F27. Pesawat ini datang secara bertahap
mulai tahun 1969 hingga 1970 dan dioperasikan untuk penerbangan domestik.
Tahun 1970an-1980an : “New Branding”
Pada
tahun 1970-an Garuda Indonesia membeli beberapa jenis narrow-body jet
yaitu McDonnell-Douglas DC-9 dan Fokker F28 serta pesawat jenis
turboprop Fokker
F27 (sebagai sarana transisi para
pilot dan kru pendukung ke F28 yang bermesin turbojet) untuk penerbangan
domestik. Pada 1973, maskapai ini mulai membeli pesawat badan lebar McDonnell Douglas DC-10-30 untuk penerbangan internasional jarak jauh, seperti ke
Eropa, sementara Douglas
DC-8 digunakan untuk penerbangan ke
Asia dan Australia, dan akhirnya dipensiunkan sekitar akhir 1970-an.
Sementara
pada 1980-anmengadopsi perangkat dari Airbus, seperti A300 dan mulai membeli Boeing 747-2U3B untuk menambah penerbangan ke
Eropa dan Amerika Serikat. Garuda merupakan operator terbesar Fokker 28,
sekitar 63 unit pernah dioperasikan. Garuda juga merupakan konsumen perdana (launch
customer) dari Airbus
A300B4-220FFCC (varian
A300 perdana dengan kru kokpit 2 orang)
Tahun 1990an : Konsolidasi dan masa sulit
Dalam
tahun 1990-an, Garuda membeli 9 unit McDonnell-Douglas MD-11 (1991), Boeing 737 seri -300 , -400, dan -500
(tahun 1992, untuk menggantikan DC-9), serta Boeing 747-400 (tahun 1994, 2 dibeli langsung
dari Boeing, 1 disewa, bekas Varig) dan Airbus A330-300 (1996). Tetapi, pada masa ini
Garuda mengalami dua musibah, yang pertama, di Fukuoka, Jepang, dan yang terburuk , dan yang juga
merupakan tragedi terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia, adalah pada
tahun 1997, dimana sebuah A300 jatuh di Sibolangit, Sumatera Utara. menewaskan seluruh
penumpangnya. Maskapai ini pun mengalami periode ekonomi sulit, karena, pada
tahun yang sama Indonesia terkena Krisis Finansial Asia, yang terjadi pada tahun yang sama.
Setelah
itu, Garuda sama sekali tidak terbang ke Eropa maupun Amerika (meskipun
beberapa rute seperti Frankfurt, London dan Amsterdam sempat dibuka kembali, namun
akhirnya kembali ditutup. Rute Amsterdam ditutup tahun 2004). Tetapi, dalam
pertengahan tahun 2000-an ini maskapai ini telah dapat
mengatasi masalah-masalah di atas dan dalam keadaan ekonomi yang bagus.
Tahun 2000-sekarang : Penurunan reputasi, pelarangan Uni
Eropa, dan awal kebangkitan
Memasuki
tahun 2000an, maskapai ini membentuk anak perusahaan bernama Citilink, yang menyediakan penerbangan biaya
murah dari Surabaya ke kota-kota lain di Indonesia. Namun, Garuda masih saja
bermasalah, selain menghadapi masalah keuangan (Pada awal hingga pertengahan
2000an, maskapai ini selalu mengalami kerugian), Beberapa peristiwa
internasional (juga di Indonesia) juga memperburuk kinerja Garuda,
seperti Serangan 11 September 2001, Bom Bali I dan Bom Bali II, wabah SARS, danBencana Tsunami
Aceh 26 Desember 2004.
Selain itu, Garuda juga menghadapi masalah keselamatan penerbangan, terutama setelah jatuhnya sebuah Boeing 737 di Yogyakarta ketika akan mendarat. Hal ini mengakibatkan sanksi Uni Eropa yang melarang semua pesawat maskapai Indonesia menerbangi rute Eropa. Namun, setelah perbaikan besar-besaran, tahun 2010 maskapai ini diperbolehkan kembali terbang ke Eropa, setelah misi inspeksi oleh tim pimpinan Frederico Grandini, yaitu rute Jakarta-Amsterdam. Rute Eropa lain seperti Paris, London, dan Frankfurt juga dipertimbangkan untuk dibuka kembali, tergantung keadaan perekonomian Indonesia kelak.
Visi, Misi dan Sasaran Perusahaan
Visi Perusahaan
“Perusahaan Penerbangan Pilihan Utama di Indonesia dan
Berdaya Saing di Internasional”
Menjadi
perusahaan penerbangan yang handal dengan menawarkan layanan yang berkualitas
kepada masyarakat dunia menggunakan keramahan Indonesia.
Misi Perusahaan
Sebagai
perusahan penerbangan pembawa bendera bangsa Indonesia yang mempromosikan
Indonesia kepada dunia guna menunjang pembangunan ekonomi nasional dengan
memberikan pelayanan yang profesional.
- Melaksanakan usaha jasa angkutan udara yang memberikan kepuasan kepada pengguna jasa yang terpadu dengan industri lainnya melalui pengelolaan secara profesional dan didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi tinggi.
- Menghasilkan keuntungan dengan jaringan domestik yang kuat untuk terus meningkatkan pangsa pasar domestik dan internasional bagi usahawan, perorangan, wisatawan dan kargo termasuk penerbangan borongan.
- Memiliki bisnis unit yang mendukung produk inti untuk meningkatkan keuntungan serta menghasilkan pendapatan tambahan dari usaha unit pendukung tersebut.
Sasaran Perusahaan
- Menjadi “tuan rumah” di dalam negeri (penerbangan domestik) dan mampu berkompetensi setara dengan perusahaan penerbangan internasional lainnya.
- Menjadi “leading carrier” dalam penerbangan dalam negeri dan “flag carrier” dalam penerbangan internasional.
- Menjadi usaha yang bergerak di bidang “consumer service”